Motivator Seminar Karir Mahasiswa Fresh Graduate Berpengalaman Saya, Fatchur Rozi, atau yang lebih akrab dipanggil Coach Rozi, telah menekuni dunia karir sejak tahun 2004 hingga hari ini. Lebih dari dua dekade perjalanan saya di dunia kerja memberikan banyak pengalaman, pelajaran, dan juga pemahaman mendalam tentang bagaimana sebenarnya dunia industri bergerak. Saya berkesempatan merasakan berbagai peran, mulai dari posisi entry-level hingga dipercaya untuk duduk di posisi strategis yang menuntut tanggung jawab besar. Semua pengalaman itu pada akhirnya memperkaya saya, bukan hanya secara profesional, tetapi juga secara pribadi, karena saya bisa berbagi wawasan kepada generasi muda, khususnya mahasiswa dan fresh graduate, yang tengah berjuang menemukan arah karirnya.
Salah satu hal yang sering saya temukan ketika berinteraksi dengan mahasiswa dan lulusan baru adalah kebingungan dalam menentukan jalur karir. Banyak di antara mereka merasa terjebak dalam jurusan kuliah yang dulu dipilih tanpa pertimbangan matang. Ada yang memilih jurusan karena ikut-ikutan teman, ada yang menuruti keinginan orang tua tanpa memahami minat dan potensi diri, bahkan ada yang sekadar asal masuk jurusan karena mengejar status kuliah. Akibatnya, ketika mereka lulus, tantangan pertama yang mereka hadapi adalah ketidaksesuaian antara jurusan kuliah dengan pekerjaan yang diinginkan maupun dengan kebutuhan industri saat ini.
Selama bertahun-tahun saya terlibat dalam proses rekrutmen di perusahaan, saya sering menemukan kasus di mana seorang fresh graduate membawa ijazah dengan nilai yang baik, namun ketika ditanya mengenai keterampilan teknis maupun soft skill, masih sangat jauh dari yang dibutuhkan. Tidak jarang pula saya melihat jurusan yang diambil sama sekali tidak relevan dengan pekerjaan yang dilamar. Misalnya, lulusan teknik yang melamar di bidang pemasaran tetapi tidak memiliki pemahaman dasar tentang komunikasi bisnis, atau lulusan ekonomi yang melamar di perusahaan teknologi tanpa memiliki pengetahuan dasar digital. Fenomena ini tentu menjadi masalah serius, karena dunia industri bergerak cepat, sedangkan kesiapan fresh graduate sering kali tertinggal.
Pengalaman panjang saya di bidang karir membuat saya percaya bahwa pendidikan formal memang penting, tetapi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan dalam dunia kerja. Justru, keterampilan tambahan di luar kampus sering kali menjadi pembeda utama. Oleh karena itu, sejak lama saya mendorong mahasiswa maupun fresh graduate untuk meng-upgrade skill mereka. Dunia industri saat ini tidak hanya mencari orang pintar, tetapi juga mencari orang yang adaptif, mau belajar, dan mampu menguasai berbagai keterampilan baru sesuai perkembangan zaman.
Saya sering mengatakan kepada para mahasiswa bahwa memilih jurusan kuliah sebenarnya adalah pintu pertama yang menentukan perjalanan karir mereka. Jurusan yang tepat akan memberi dasar keilmuan yang relevan, tetapi perjalanan tidak berhenti di sana. Tantangan terbesar justru dimulai setelah mereka masuk kuliah, yaitu bagaimana menambahkan keterampilan yang dibutuhkan industri agar kelak lebih mudah diterima di pekerjaan. Misalnya, seorang mahasiswa jurusan manajemen sebaiknya tidak berhenti hanya memahami teori organisasi dan pemasaran, tetapi juga perlu belajar mengenai digital marketing, data analysis, hingga kemampuan presentasi yang baik. Begitu pula mahasiswa teknik, selain memahami ilmu dasar keteknikan, mereka juga harus membekali diri dengan skill pemrograman, problem solving, dan project management.
Dunia industri bergerak dengan cepat. Teknologi berkembang pesat dan mengubah cara perusahaan beroperasi. Jika mahasiswa atau fresh graduate tidak mampu mengikuti perkembangan ini, maka mereka akan tertinggal. Saya sendiri menyaksikan bagaimana perusahaan-perusahaan kini mencari tenaga kerja yang tidak hanya menguasai bidang akademik, tetapi juga mampu bekerja lintas disiplin. Fleksibilitas, kreativitas, komunikasi, dan kemampuan bekerja sama dalam tim menjadi kunci yang sama pentingnya dengan keahlian teknis.
Sebagai seorang career coach, saya selalu mengingatkan bahwa persiapan karir tidak bisa dilakukan hanya setelah lulus. Persiapan itu harus dimulai sejak dini, bahkan sejak awal kuliah. Mahasiswa perlu aktif mencari pengalaman melalui organisasi, magang, seminar, hingga pelatihan. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh, semakin siap mereka menghadapi dunia kerja yang nyata. Jangan menunggu hingga wisuda baru panik mencari lowongan pekerjaan, karena perusahaan lebih menghargai kandidat yang sudah menunjukkan kesiapan sejak bangku kuliah.
Dalam banyak seminar karir yang saya bawakan, saya sering menekankan pentingnya mindset untuk terus belajar. Dunia kerja bukanlah tujuan akhir, melainkan perjalanan panjang yang terus menuntut peningkatan kapasitas diri. Fresh graduate harus siap dengan kenyataan bahwa dunia kerja tidak sesederhana yang dibayangkan. Mereka akan dituntut untuk cepat beradaptasi, menghadapi target yang menantang, bekerja di bawah tekanan, dan tetap produktif meski dalam kondisi sulit. Semua itu hanya bisa dijalani dengan mental yang kuat dan kemauan belajar yang konsisten.
Saya memahami betul bahwa tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk memilih jurusan kuliah yang ideal. Ada yang terpaksa masuk ke jurusan tertentu karena keterbatasan biaya, ada pula yang baru menyadari minat dan bakatnya setelah setengah jalan kuliah. Namun, saya percaya bahwa kondisi itu bukanlah akhir dari segalanya. Justru dari situlah kita bisa belajar bagaimana cara meng-upgrade diri. Jika merasa jurusan kuliah tidak relevan, maka bekali diri dengan skill tambahan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan industri. Saat ini, ada begitu banyak sumber belajar, baik dari kursus online, komunitas, maupun pelatihan profesional yang bisa diakses dengan mudah.
Saya pribadi pernah mengalami masa-masa sulit dalam karir. Ada kalanya saya merasa pekerjaan yang saya jalani tidak sesuai dengan harapan, ada pula tantangan ketika harus mempelajari hal-hal baru di luar kenyamanan saya. Namun, justru dari situlah saya belajar pentingnya keberanian untuk berubah dan beradaptasi. Jika saya bertahan hanya dengan ilmu yang saya miliki saat pertama kali bekerja, mungkin saya sudah tertinggal jauh. Tetapi dengan tekad untuk terus mengembangkan diri, saya bisa membuka peluang-peluang baru yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan.
Hari ini, ketika saya berbagi pengalaman sebagai motivator seminar karir bagi mahasiswa dan fresh graduate, saya ingin menegaskan bahwa perjalanan karir bukanlah sesuatu yang instan. Semua membutuhkan proses, kesabaran, dan kerja keras. Namun, satu hal yang selalu saya yakini adalah bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil, asalkan mau mempersiapkan diri dengan baik. Jurusan kuliah memang penting, tetapi lebih penting lagi adalah keterampilan, sikap mental, dan komitmen untuk terus belajar sepanjang hayat.
Saya berharap melalui seminar, pelatihan, maupun bimbingan yang saya berikan, semakin banyak mahasiswa dan fresh graduate yang memiliki kesadaran untuk serius mempersiapkan diri. Jangan sampai terjebak dalam pola lama, di mana setelah lulus baru kebingungan mencari kerja tanpa bekal yang cukup. Dunia kerja bukanlah tempat untuk mencoba-coba tanpa arah, melainkan arena nyata yang menuntut kesiapan. Dengan pengalaman saya selama lebih dari dua dekade, saya ingin menjadi bagian dari perjalanan generasi muda dalam menemukan arah karir yang sesuai, sehingga mereka tidak hanya sekadar bekerja, tetapi juga mampu berkarya dan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan bangsa.
Menghadapi Tantangan Karir Mahasiswa: Pentingnya Menambah Skill Sesuai Kebutuhan Industri
Selama bertahun-tahun saya mendampingi mahasiswa dan fresh graduate, satu fenomena yang paling sering saya temui adalah ketidaksesuaian antara jurusan kuliah dengan pekerjaan yang mereka jalani setelah lulus. Fenomena ini bukan sekadar cerita satu-dua orang, tetapi sudah menjadi gambaran umum yang berulang. Saya pernah menjumpai lulusan pertanian yang bekerja sebagai marketing, atau lulusan teknik mesin yang akhirnya masuk ke bidang sumber daya manusia. Dari luar, hal ini mungkin tampak biasa saja karena banyak orang percaya bahwa yang penting adalah bisa bekerja. Namun, dari sudut pandang saya sebagai praktisi dan career coach, anomali semacam ini justru bisa menjadi hambatan besar bagi perkembangan karir jangka panjang.
Pengalaman saya sejak tahun 2004 hingga sekarang memberi banyak pelajaran bahwa jurusan kuliah idealnya menjadi fondasi awal karir. Jurusan yang dipilih seharusnya memberikan dasar keilmuan, kompetensi, dan keterampilan yang nantinya bisa diterapkan secara nyata dalam dunia kerja. Tetapi realitas di lapangan sering berbeda. Mahasiswa tidak membekali diri dengan skill tambahan yang sesuai dengan kebutuhan industri, sehingga mereka terpaksa melamar pekerjaan di luar bidang keahliannya. Akibatnya, mereka bekerja dengan keterampilan yang setengah matang, sekadar bertahan, dan tidak jarang merasa tidak puas dengan karir yang dijalani.
Saya sering ditanya, apakah salah seorang mahasiswa pertanian bekerja sebagai marketing? Jawaban saya tidak sesederhana “salah” atau “benar”. Dalam kondisi tertentu, hal ini bisa dimaklumi. Namun, persoalannya bukan di pergeseran bidang, melainkan di kesiapan skill. Seorang lulusan pertanian yang masuk ke bidang marketing tentu harus menguasai keterampilan komunikasi, strategi pemasaran, digital marketing, hingga kemampuan analisis data. Jika ia hanya bermodalkan ijazah pertanian tanpa meng-upgrade diri, maka pekerjaannya tidak akan optimal. Inilah yang saya maksud dengan skill yang kurang maksimal.
Dari perspektif perusahaan, ketidaksesuaian ini juga menjadi tantangan. Sebagai seseorang yang sering diberi tugas untuk melakukan wawancara calon karyawan, saya kerap menemukan fresh graduate yang penuh semangat, tetapi kebingungan menjawab pertanyaan teknis di luar jurusan kuliahnya. Ada pula yang terlihat tidak percaya diri karena merasa tidak memiliki keterampilan relevan dengan posisi yang dilamar. Situasi ini tentu merugikan kedua pihak: perusahaan kesulitan menemukan kandidat yang tepat, sementara fresh graduate kehilangan kesempatan karena kurang persiapan.
Itulah sebabnya, saya selalu mendorong mahasiswa untuk mulai menambah skill jauh sebelum mereka lulus. Jangan menunggu hingga wisuda baru panik mencari pelatihan atau kursus. Dunia industri saat ini bergerak sangat cepat, dan kebutuhan skill berubah seiring perkembangan teknologi. Kemampuan digital, analisis data, bahasa asing, komunikasi lintas budaya, hingga kepemimpinan dalam tim kecil menjadi contoh keterampilan yang kini sangat dibutuhkan, terlepas dari jurusan kuliah. Mahasiswa teknik tetap perlu menguasai komunikasi, mahasiswa ekonomi perlu memahami teknologi, dan mahasiswa pertanian bisa memperkaya diri dengan kemampuan riset pasar atau agribisnis berbasis digital.
Saya selalu menekankan bahwa kuliah hanyalah langkah awal, bukan akhir dari perjalanan. Jika jurusan kuliah dianggap sebagai pintu, maka skill tambahan adalah jalan setapak yang harus dibangun agar sampai ke tujuan karir. Mahasiswa harus aktif mencari kesempatan belajar baru, baik melalui organisasi kampus, komunitas, magang, seminar, maupun kursus online. Saat ini sumber belajar begitu terbuka. Tidak ada alasan untuk tetap tinggal dalam zona nyaman hanya karena merasa “sudah kuliah sesuai jurusan”.
Dari pengalaman pribadi, saya menyadari bahwa fleksibilitas adalah kunci bertahan di dunia kerja. Saya sendiri pernah menghadapi masa di mana harus belajar hal baru di luar bidang utama saya. Pada awalnya tidak mudah, tetapi ketika saya berani keluar dari zona nyaman, banyak pintu karir baru terbuka. Pelajaran ini saya bagikan kepada mahasiswa: jangan takut untuk menambah keterampilan di luar jurusan, tetapi pastikan keterampilan itu relevan dengan industri yang dituju.
Kasus-kasus anomali yang saya temui, seperti mahasiswa teknik mesin menjadi HRD atau mahasiswa pertanian bekerja sebagai marketing, sebenarnya bisa diantisipasi. Jika sejak awal mahasiswa menyadari minatnya di bidang lain, mereka bisa membekali diri dengan skill yang mendukung. Mahasiswa teknik mesin yang tertarik dengan dunia SDM, misalnya, bisa mengambil sertifikasi manajemen SDM, belajar psikologi organisasi, atau mengikuti pelatihan leadership. Dengan begitu, transisi karirnya akan lebih mulus dan tidak sekadar “nyasar” tanpa bekal. Begitu pula mahasiswa pertanian yang ingin bekerja di bidang marketing, sebaiknya mempelajari digital marketing, riset konsumen, dan public speaking, sehingga mereka bisa bersaing dengan lulusan manajemen atau komunikasi.
Saya percaya, masalah utama bukan pada perbedaan jurusan dan pekerjaan, tetapi pada kurangnya kesiapan dalam mengembangkan skill yang relevan. Dunia kerja tidak lagi sekadar melihat jurusan kuliah, melainkan melihat keterampilan nyata yang dimiliki kandidat. Namun, tanpa kesadaran sejak dini, fresh graduate akan selalu kalah bersaing dengan mereka yang lebih siap.
Dalam setiap seminar karir yang saya isi, saya selalu menutup dengan pesan sederhana: jangan biarkan dirimu terjebak pada jurusan kuliah semata. Dunia kerja memberi ruang bagi siapa saja yang mau belajar, beradaptasi, dan mengembangkan diri. Jika jurusanmu berbeda dengan pekerjaan impianmu, maka pastikan ada jembatan berupa skill yang menghubungkan keduanya. Jangan biarkan anomali menjadi hambatan, tetapi jadikan sebagai peluang untuk tumbuh dan menemukan jalan baru yang lebih sesuai dengan dirimu.
Dengan pengalaman lebih dari dua dekade, saya yakin bahwa setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil. Yang membedakan hanyalah siapa yang siap melangkah lebih cepat dengan bekal skill yang relevan. Saya berharap semakin banyak mahasiswa yang sadar akan pentingnya persiapan ini, sehingga mereka tidak hanya sekadar bekerja, tetapi juga mampu berkembang, berkarya, dan memberikan dampak positif di bidang yang mereka pilih.
