Wednesday, September 17, 2025

Pengisi Acara Event Training Karir Bagi Mahasiswa Dan Pelajar Sma Dan Smk

Pengisi Acara Event Training Karir Bagi Mahasiswa Dan Pelajar Sma Dan Smk Nama saya Coach Rozi. Lebih dari dua puluh tahun saya menekuni perjalanan panjang di dunia karir, mulai dari posisi entry level hingga dipercaya sebagai user dalam proses rekrutmen di perusahaan. Dari sekian banyak pengalaman itu, saya sering diminta menjadi narasumber dalam berbagai seminar, job fair, maupun event training karir. Setiap kali berdiri di depan para siswa SMA, SMK, maupun mahasiswa, ada semangat besar yang ingin saya bagikan: bagaimana menentukan langkah yang tepat agar masa depan karir mereka tidak terjebak dalam kebingungan atau penyesalan.

Saya masih ingat ketika pertama kali diminta mengisi acara di sebuah job fair kampus. Ratusan mahasiswa memadati ruangan dengan wajah penuh harap. Ada yang terlihat percaya diri, ada pula yang masih bingung bahkan takut memikirkan dunia kerja yang menanti. Dari momen itu saya menyadari, betapa pentingnya peran seorang mentor untuk memberikan arah yang jelas. Sejak saat itu, saya semakin sering diundang untuk mengisi acara-acara seputar karir, khususnya bagi generasi muda yang sedang bersiap mengambil keputusan besar dalam hidupnya.

Pengalaman selama ini mengajarkan saya satu hal: memilih jurusan kuliah bukanlah sekadar soal minat atau gengsi, melainkan strategi jangka panjang untuk memudahkan langkah di dunia kerja. Banyak siswa yang saya temui masih menganggap pilihan jurusan hanyalah formalitas. Mereka baru menyadari keliru setelah lulus, ketika gelar akademik yang mereka genggam tidak sejalan dengan kebutuhan industri. Di sinilah saya sering memberikan contoh nyata yang saya lihat sendiri selama proses interview.

Dalam posisi saya sebagai user yang bertugas mewawancarai calon karyawan, sering saya temukan ketidakcocokan antara jurusan kuliah dan skill yang benar-benar dibutuhkan di perusahaan. Seorang fresh graduate bisa saja lulusan ekonomi, tetapi tidak memahami cara kerja laporan keuangan yang sesuai standar industri. Ada pula lulusan teknik, tetapi tidak terbiasa menggunakan software yang menjadi syarat utama di perusahaan manufaktur. Situasi seperti ini membuat mereka kalah bersaing dengan kandidat lain yang mungkin bukan lulusan jurusan yang sama, tetapi lebih siap secara keterampilan.

Inilah alasan mengapa saya selalu menekankan pentingnya pemilihan jurusan yang tepat sejak SMA atau SMK. Saya sering mendorong para siswa untuk tidak hanya melihat tren populer, melainkan benar-benar memetakan kebutuhan industri masa depan. Dunia kerja saat ini bergerak sangat cepat. Profesi-profesi baru bermunculan, sementara beberapa pekerjaan lama mulai ditinggalkan. Tanpa pemahaman ini, siswa bisa saja memilih jurusan yang akhirnya membuat mereka kesulitan beradaptasi.

Selain pemilihan jurusan, hal lain yang selalu saya sampaikan dalam setiap acara training karir adalah kebutuhan untuk terus meng-upgrade skill. Gelar sarjana atau ijazah SMK hanyalah tiket awal. Dunia industri menuntut lebih dari sekadar pengetahuan dasar. Misalnya, komunikasi efektif, kemampuan presentasi, penggunaan teknologi, berpikir kritis, hingga kolaborasi dalam tim. Semua ini tidak selalu diajarkan di bangku sekolah atau kuliah. Maka dari itu, saya sering berbagi pengalaman pribadi tentang bagaimana saya sendiri harus terus belajar, mengikuti pelatihan, hingga mencoba berbagai tantangan baru agar tetap relevan.

Ketika saya berdiri sebagai pengisi acara di hadapan para pelajar dan mahasiswa, saya tidak hanya berbicara teori. Saya membawa cerita nyata dari dunia kerja yang saya alami sendiri. Bagaimana sebuah perusahaan memilih kandidat bukan semata berdasarkan ijazah, tetapi juga kesiapan mental, etos kerja, serta kesesuaian skill dengan posisi yang ditawarkan. Saya pernah menolak pelamar yang pintar secara akademis, tetapi tidak mampu menunjukkan komitmen atau motivasi kerja yang jelas. Sebaliknya, saya menerima kandidat dengan pengalaman minim, tetapi memiliki tekad kuat dan kemauan belajar tinggi.

Inilah nilai yang selalu saya tekankan dalam setiap sesi training. Saya ingin para pelajar SMA/SMK maupun mahasiswa tidak hanya berorientasi pada gelar, melainkan juga membangun mentalitas siap kerja. Dunia industri menghargai orang-orang yang bisa berkembang, cepat beradaptasi, dan mau berusaha lebih keras dibanding yang lain.

Acara training karir yang saya isi selalu saya desain interaktif. Saya ingin peserta merasa dekat, tidak sekadar mendengarkan ceramah panjang. Saya membuka ruang diskusi, memberi contoh kasus nyata, bahkan melakukan simulasi interview langsung. Dari situ, mereka bisa merasakan atmosfer sebenarnya sebelum benar-benar menghadapi rekrutmen. Banyak peserta yang kemudian memberi testimoni bahwa pengalaman tersebut membuka mata mereka. Ada yang mulai berani menentukan jurusan kuliah setelah lama ragu, ada pula yang mulai aktif mencari kursus tambahan untuk meningkatkan skill teknis maupun soft skill mereka.

Bagi saya, setiap kesempatan menjadi pengisi acara bukan hanya sebuah tugas, melainkan tanggung jawab moral. Generasi muda adalah aset besar bangsa. Jika mereka tersesat dalam pilihan karir, bukan hanya diri mereka yang rugi, tetapi juga perkembangan dunia kerja secara keseluruhan. Saya percaya, dengan pembekalan yang tepat sejak dini, mereka akan menjadi tenaga kerja yang bukan hanya kompeten, tetapi juga siap menghadapi tantangan global.

Pengalaman saya selama lebih dari dua dekade mengajarkan bahwa perubahan adalah sesuatu yang pasti. Dunia kerja berubah, teknologi berkembang, dan tuntutan industri terus bergeser. Namun, ada satu hal yang tidak berubah: kebutuhan akan manusia yang mau belajar, mampu beradaptasi, dan tidak takut melangkah maju. Itulah pesan utama yang selalu saya bawa dalam setiap acara training karir.

Melalui setiap seminar, job fair, dan event yang saya isi, saya berharap semakin banyak siswa SMA, SMK, maupun mahasiswa yang menyadari pentingnya perencanaan karir sejak awal. Dengan begitu, mereka tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga pencipta peluang, pribadi yang berdaya saing, dan siap membawa perubahan positif di dunia kerja.

Sebagai Coach Rozi, saya percaya bahwa perjalanan karir adalah sebuah maraton panjang, bukan sprint singkat. Dan saya ada di sini untuk memastikan setiap langkah mereka lebih terarah, lebih kuat, dan lebih siap menghadapi masa depan.

Aneka Materi Menarik untuk Membantu Peserta Workshop Membuat Career Mapping dan Tips Mudah Diterima Perusahaan

Setiap kali saya memimpin workshop karir, ada satu pertanyaan yang hampir selalu muncul dari para peserta: “Skill apa saja yang sebenarnya wajib kami kuasai sebelum memasuki dunia kerja?” Pertanyaan sederhana ini justru menjadi kunci besar yang sering terabaikan oleh banyak calon pencari kerja. Tidak sedikit mahasiswa maupun lulusan SMA/SMK yang masih kebingungan, bahkan setelah lulus, mengenai apa saja kemampuan yang harus mereka bawa ke meja interview.

Di sinilah peran workshop yang saya isi menjadi sangat penting. Saya selalu menekankan bahwa dunia kerja bukan sekadar menuntut ijazah, melainkan juga keterampilan nyata yang relevan dengan kebutuhan industri. Oleh karena itu, dalam setiap sesi, saya membekali peserta dengan materi-materi menarik yang bisa membantu mereka membuat career mapping semacam peta jalan yang menuntun langkah mereka dari bangku sekolah hingga ke kursi pekerjaan pertama.

Materi pertama yang selalu saya bawakan adalah tentang pemahaman tren industri. Saya mengajak peserta untuk melihat lebih luas: bidang apa saja yang sedang berkembang pesat, skill apa yang mulai dibutuhkan, dan profesi apa yang mungkin akan hilang beberapa tahun ke depan. Dengan begitu, mereka bisa menyesuaikan pilihan jurusan kuliah, kursus tambahan, atau pelatihan keterampilan agar tidak salah arah. Saya pernah menekankan bahwa seorang lulusan akuntansi sekalipun tetap perlu memahami teknologi seperti software ERP atau analisis data, karena hampir semua perusahaan kini bergerak menuju digitalisasi.

Materi kedua adalah pemetaan skill inti. Saya membaginya menjadi dua: hard skill dan soft skill. Hard skill bisa berupa penguasaan komputer, penggunaan software sesuai bidang, bahasa asing, hingga pemahaman dasar keuangan atau manajemen proyek. Sementara soft skill meliputi komunikasi, kerja sama tim, kepemimpinan, manajemen waktu, serta kemampuan problem solving. Saya sering mengingatkan peserta bahwa soft skill sering kali menjadi pembeda utama ketika dua kandidat memiliki kualifikasi akademik yang sama.

Selain itu, saya juga membahas tentang personal branding. Di era digital, citra diri di media sosial atau platform profesional seperti LinkedIn menjadi “CV kedua” yang dilihat perusahaan. Banyak pelamar gagal bukan karena kemampuan teknis mereka buruk, tetapi karena citra online mereka tidak mendukung. Dalam workshop, saya ajarkan bagaimana cara membangun profil profesional yang mencerminkan kompetensi sekaligus integritas.

Sesi lain yang selalu menarik adalah simulasi interview dan pembuatan CV. Saya sering mengajak peserta langsung berlatih membuat CV yang ringkas namun kuat. Saya tunjukkan kesalahan umum seperti terlalu banyak informasi tidak relevan, atau sebaliknya, CV terlalu singkat hingga tidak menggambarkan kemampuan. Dalam simulasi interview, saya mencontohkan pertanyaan yang sering saya ajukan ketika menjadi user di perusahaan. Dari situ, peserta bisa memahami bagaimana sebaiknya menjawab dengan tepat, tidak bertele-tele, tetapi tetap meyakinkan.

Di akhir workshop, saya biasanya memberikan tips agar mudah diterima perusahaan. Tips ini bukan rahasia besar, tetapi sering diabaikan. Pertama, tunjukkan motivasi kerja yang jelas. Perusahaan ingin tahu mengapa seorang kandidat ingin bergabung, bukan hanya sekadar butuh gaji. Kedua, tunjukkan kesiapan belajar. Dunia kerja selalu berubah, dan perusahaan lebih memilih kandidat yang mau berkembang. Ketiga, jangan remehkan sikap profesional: datang tepat waktu, berpakaian rapi, dan menjaga sopan santun. Hal-hal sederhana ini justru sering menjadi pertimbangan akhir seorang user seperti saya ketika memilih kandidat.

Semua materi itu saya rangkai bukan hanya sebagai teori, melainkan juga cerita nyata dari pengalaman dua dekade saya bekerja sekaligus merekrut karyawan. Saya ingin peserta workshop merasakan bahwa career mapping bukanlah sesuatu yang rumit, melainkan strategi yang bisa dirancang sejak dini. Dengan memahami tren industri, memetakan skill, membangun personal branding, hingga melatih diri dalam interview, mereka akan memiliki bekal kuat untuk bersaing.

Bagi saya, membantu generasi muda merancang career mapping ibarat memberi mereka kompas. Tanpa peta dan arah, mereka bisa saja tersesat di tengah jalan. Namun dengan bekal yang tepat, mereka akan lebih percaya diri melangkah, bukan hanya sebagai pencari kerja, tetapi juga sebagai calon profesional yang siap memberikan kontribusi nyata bagi dunia industri.

Blog Post

Related Post

Mohon maaf, belum ada postingan.

Back to Top